Kisah Seorang Kuli
Ada
seorang pemuda bernama Yuka. Ia hidup sebatang kara. Ayah ibunya sudah lama
merantau ke negeri seberang, tetapi tidak pernah pulang. Ia pun rela berbuat
apapun demi menghidupi dirinya dan kelima adiknya, asalkan tidak menjadi
penjahat. Ia sudah melamar pekerjaan di berbagai tempat, tetapi tidak ada yang
mau menerimanya, lantaran ia tidak berpendidikan.
Akhirnya,
ada orang yang mau menerima Yuka sebagai kuli bangunan. Yuka harus mengangkut
batu dari lereng gunung ke rumah bosnya. Di sana, Yuka harus memecah batu yang
ia bawa menjadi kecil-kecil. Lalu, ia harus mengangkutnya dengan gerobak untuk
dijual ke toko bangunan yang berlangganan batu. Yuka mengerjakan itu semua
dengan senang hati. Tak peduli berapa banyak keringat yang menetes. Tetapi,
menjadi kuli belumlah cukup untuk menghidupi dirinya dan kelima adiknya.
Apalagi, bosnya tak jarang berlaku kasar, bahkan memukuli dirinya dan kuli
lainnya walaupun para kuli tak bersalah.
Malam
telah larut. Tetapi, Yuka belum juga tidur. Malam ini, ia dan kelima adiknya
belum makan. Tetapi, adik-adiknya tahu Yuka telah berjuang mencari uang. Waktu
menunjukkan pukul 23.00 saat Yuka mulai terbang ke alam mimpi.
Dalam
mimpinya, Yuka bertemu dengan seorang kakek. Kakek itu berjenggot putih dan
memakai tongkat. Kakek itu mengatakan bahwa Yuka bisa kaya, kalau ia menemui
penyihir di lereng gunung tempat ia biasa mengangkut batu, asalkan hatinya
bersih. Setelah mengatakan itu, kakek tua itu samar-samar menghilang, dan
digantikan sinar mentari pagi yang hangat.
Seusai
bekerja, Yuka bergegas menuju lereng gunung, di tempat yang dikatakan kakek
dalam mimpinya. Ia juga membawa celengan ayam kesayangannya, kalau nanti
penyihir itu minta uang. Sesampainya di lereng gunung, Yuka pun kelelahan, dan
ia tertidur pulas di bawah pohon yang rindang.
Saat
Yuka bangun, celengan ayamnya hilang. Ternyata, celengannya jatuh ke sungai. Ia
berteriak minta tolong. Kebetulan, ada nenek tua yang melintas. Nenek itu
membawa ranting kecil, lalu diraba-rabanya dasar sungai dengan ranting itu.
Nenek itu berhasil mengangkat celengan keramik dengan ukiran yang
berwarna-warni. Tetapi Yuka tahu bahwa itu bukan celengannya, apalagi isi
celengan Yuka tidak sebanyak isi celengan keramik itu. Yuka pun menggeleng
ketika ditanya apakah itu celengan miliknya. Tetapi, saat nenek itu mengangkat
celengan ayam yang cukup ringan, Yuka mengangguk karena itu memang miliknya.
Karena kejujuran Yuka, nenek itu memberikan kedua celengan tersebut kepada
Yuka.
Saat
Yuka akan berterima kasih, nenek itu berubah rupa menjadi penyihir berbaju dan
bertopi hitam, dan menaiki sapu terbang. Ia adalah penyihir yang dimaksud kakek
tua dalam mimpinya. Penyihir itu tahu Yuka berhati baik melalui ujian kejujuran
yang baru saja dilewati Yuka. Karena syarat itu sudah ditepati, maka Yuka
berhak mengajukan 1 keinginannya untuk dikabulkan. Yuka meminta agar ia dan
kelima adiknya hidup sejahrera. Lalu, penyihir itu mengubah rumah Yuka menjadi
tingkat 2, dan memberi Yuka uang yang banyak. Sejak hari itu, Yuka dan kelima
adiknya hidup bahagia dan mereka makin disenangi tetangganya karena mereka
tetap mempunyai hati yang baik.
No comments:
Post a Comment